Suara Rakyat ato Suara Mahasiswa?

Assalamualaikum,

Aksi emmh... Sebelumnya saat anda membaca ini seperti biasanya saya tidak akan membuat anda mudeng(mudengna sendiri lha ya). Coba apa yang anda pikirkan ketika mendengar kata aksi? Action, gerak, langkah, dsb. Namun jika ini ada dikalangan mahasiswa maka kata aksi akan cenderung pada perbuatan demo, gerakan mahasiswa, turun jalan sampai aksi yang ilmiah(ya ikut lomba2 atau apalah). Inilah yang katanya dari sebagian mahasiswa sangat dibangga-banggakan bahkan ada yang bilang kalau ga pernah aksi maka bukan mahasiswa.

Sebelum masuk dalam konteks yang lebih jauh saya ingin bercerita tentang hari ini(paling sampai akhir juga cerita). Hari tepatnya ba’da Jumatan ada aksi penurunan BBM(mandan piye lha sudah diketuk naik masih mau demo). Aksi ini berjalan mulus tanpa ada anarkis namun ada pengganggu dari luar ingin membuat rusuh, “Barjos turun...” dalam hati, “Eka ngapain kamu kalo pengin ngliput ga usah buat anarkis deh”, saya pernah melihat orang ini dia tu wartawan pernah ngisi training media di NHIC, saya baru tau memang untuk sebuah pemberitaan wartawan pun juga turut membuat skenario agar berita itu seakan-akan nyata(memang busuk pancen media sekarang). Dulu iya saya tanya saat di NHIC, (kurang lebihnya)”pernah tidak membuat berita yang memutar balikan fakta”, jawabannya bahwa yang benar itu tidak boleh disalahkan dan yang salah tidak boleh di benarkan itu “dosa”, (preketek preet) namun hari ini sungguh kekecewaan atas penglihatan tersebut, saya pengin tau nih apa berita yang keluar nanti(jangan2 “mahasiswa anarkis pada wartawan). Lepas dari itu ada yang luar biasa, di solo ketika berdemo putra-putrinya tidak membaur campur seperti di daerah lain jadi formasinya yang laki-laki jadi pagar luar perempuannya di dalamnya, “rapatkan barisan” langsung semuanya merapat, ada yang menarik di sini, "akhwat jaga jarak..akhwat jaga jarak" jadi korlap akhwatnya menyuruh agar tetap menjaga jarak dengan ikhwannyaa. Saya sempat berpikir ni saya sebenarnya ada di negara islam di dalam sebuah negara, luar biasa mungkin sangat berbeda dengan daerah lain(kapan2 saya ingin bercerita tentang ini).

Lanjut materi, demo sebenarnya pengaruh gak sih? Dahulu saya sering melihat di televisi mahasiswa anarkis, bentrok saat berdemonstrasi, ya itu memang nyata. Namun ketika saya sekarang menjadi mahasiswa ternyata awal dari keanarkisan tersebut terkadang bahkan sering dari pihak luar yang ingin cari gara-gara. Memang benar banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengaspirasi suara rakyat namun terkadang aksi turun ke jalan lebih disenangi oleh banyak pihak istilah islamnya amal jama’i(hehe...beramal bareng-bareng kaya pas jumatan saja). Bahkan banyak yang menganggap bahwa dengan aksi turun ke jalan maka media akan mensorot dan membuat takut pemerintah namun(pemerintah yo pinter) lebih sering media membuat berita yang tidak-tidak.

Munculnya pemberitaan yang heroik tentang demonstrasi sungguh membuat masyarakat takut. Sampai-sampai hampir semua mahasiswa ketika akan masuk perguruan tinggi diberi pesan oleh orang tuanya untuk tidak ikut-ikutan. Bukan hanya itu terkadang citra mahasiswa menjadi jelek akibat pemberitaan yang dibuat-buat. Sekarang ini yang jadi permasalahan adalah apakah benar yang didemokan adalah aspirasi dari masyarakat?

Mahasiswa sekarang dan mahasiswa dahulu yang saya liat banyak perbedaannya, mahasiswa sekarang terlihat lebih berfikir abstrak dari pada realita(bener gak sih?). Ketika muncul suatu isu terkadang seorang hanya menganalisa dari sebuah pemikiran bukan dari data yang dicari dari lapangannya langsung. Ini yang membuat banyak kalangan kurang mendukung karena tidak sepenuhnya sama seperti yang dianggap-anggap, contoh BBM naik, ada yang pro dan ada yang kontra namun apakah benar mayoritas masyarakat kebingungan? Mungkin dalam teorinya iya dan jika terjun ke lapangan benar adanya, namun yang salah di sini adalah jika hanya mengkaji tanpa ada data yang falid maka bisa jadi suatu ketika aksi malah ditolak oleh masyarakat.

Memang terkadang aksi turun ke jalan itu perlu, khususnya jika memang punya masa banyak. Akan tetapi aksi turun ke jalan seharusnya adalah cara terakhir jika sudah tidak ada jalan lain, masih banyak cara untuk mengaspirasi suara rakyat. Saya teringat cerita dari mantan aktivis kampus, beliau bercerita ketika teman-temannya berdemo beliau malah masuk ke kantor Bupati berdialog sambil bercanda kemudian disuguhi pula(tau suguh? Suguh itu pa ya... kaya medang) namun pada akhirnya malah yang diinginkan bisa terwujud(dan tidak capek...).

Inilah yang lama kelamaan menjadi sebuah pemikiran yang membingungkan, dan akan muncul suatu pertanyaan,”sebernernya ini suara rakyat apa suara mahasiswa?”(mahasiswa kan juga masyarakat). Banyak hal yang bisa kita datangi ketika kita ingin mendapatkan suatu informasi(di angkringan juga bisa). Untuk membuat suatu isu sudah seharusnya juga ada data yang benar agar saat penyampaiannya tepat sasaran.

Aksi ke jalan ramai-ramai memang sungguh menyenangkan karena banyak teman dengan tujuan bersama. Ini hampir sama dengan jalan sehat hanya saja sambil teriak-teriak. Menyenangkan rasanya ketika bisa berjalan bersama namun hanya yang punya keberanian yang disarankan ikut karena terkadang banyak hal yang tidak terduga. Pada akhirnya(intinya) hasil kesimpulannya ga jelas adanya(maksude opo?).



by: Choerin Amry

Comments
3 Comments

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Sekarang ni mahasiswa sudah mulai hilang minatnya untuk berdemo heroik d jalan, perlu ada yg berbeda untuk menarik mahasiswa yg apatis.

alchoer mengatakan...

Ya memang mahasiswa yang katanya peduli itu, harusnya jgn cuman omong kosong, belum tentu mereka yang katanya apatis itu tidak berbuat apa-apa bahkan mungkin mereka juga bergerak namun di bidang lain.

Yahya mengatakan...

stuja, mengapresiasikan aspirasi rakyat tidak harus dengan berdemo di jalanan.

Banyak cara untuk itu, melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya dengan baik juga termasuk Bela negara.

Itu semua tergantung pada pikiran orang masing-masing

ke atas