Tiga Aspek Perbaikan Meningkatkan Mutu Pendidikan

Assalamualaikum,


Orang miskin karena tidak berpendidikan, tidak berpendidikan karena miskin. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1999 disebutkan bahwa jumlah kepemilikan saham bank oleh warga negara asing dan atau badan hukum asing yang diperoleh melalui pembelian secara langsung ataupun melalui bursa efek sebanyak-banyaknya adalah 99% dari jumlah saham yang bersangkutan. Ini sangat gila, apa yang bisa didapatkan rakyat Indonesia dengan kepemilikan 1% saja.Pada UUD Amandemen, pemerintah mengeluarkan anggaran  sebesar 20 persen dari APBN hanya untuk pendidikan. Anggaran yang besar tersebut direalisasikan ke dalam berbagai program seperti BOS, PKM, Bidik Misi dan lain-lain, namun hasilnya tidak sepenuhnya maksimal.Sebenarnya bukan sistemnya yang gagal, sistem pendidikan di Indonesia selalu dikaji hampir setiap tahun. Ada kurikulum 1994 kemudian direvisi menjadi kurikulum 2004 atau sering kita sebut KBK kemudian yang terakhir KTSP.
Sistem tidak salah dan selalu diupdate sekian waktu namun belum sepenuhnya benar, masih ada perlunya pengkajian berlanjut. Masih ingat kisah Ibu Siami yang terusir dari kampung halaman dikarenakan anaknya diperintah oleh guru untuk memberikan contekan untuk temannya. Pendidikan sekarang memang sudah gila, bahkan ada kasus seorang siswi yang mengakhiri hidupnya hanya karena dimarahi gurunya akibat nilainya yang buruk. Maka dari itu harus ada pendidikan yang berkarakter.
Pendidikan yang berkarakter itu adalah guru yang berkarakter dan mengetahui karakter siswanya. Indonesia itu masih memerlukan guru yang benar-benar guru, bukansekedar guru abal-abal atau guru yang sebenarnya bukan guru namun nyasar menjadi guru atau guru yang hanya mengincar tunjangan dari pemerintah. Sebenarnya bukan sistem yang harus diperbaiki namun tenaga pengajar yang harus diniatkan walaupun sistem juga harus disesuaikan.Ibarat akan membuat suatu bangunan yang kokoh maka perlu adanya rencana yang matang dan tenaga kerja yang berkualitas. Sama halnya jika ingin membangun bangsa maka perlu adanya rencana yaitu berupa sistem pendidikan dan tenaga kerja yang diwakili oleh guru yang berkualitas serta siswa sebagai bahan pembangunan bangsanya. Sesaat setelah Hirosima dan Nagasaki hancur, Kaisar Jepang langsung bertanya,”Berapa jumlah guru yang masih hidup?”, karena saat itu dalam keadaan genting dan betul-betul membutuhkan guru sehingga yang muncul pada saat itu adalah figur guru yang benar-benar ingin membangun negaramelalui anak didiknya. Alhasil, sekarang Jepang menjadi negara yang mempunyai teknologi dan ekonomi yang diperhitungkan di dunia. Maka dari itu, peran guru sangatlah penting dan seorang guru harus mempunyai karakter yang baik. Berikut adalah kiat-kiat menjadi guru yang berkarakter :
GuruSuper
Seorang guru akan menjadi figur bagi murid-muridnya. Oleh sebab itu, guru harus memberikan contoh yang benar-benar baik. Dalam sebuah peribahasa dikatakan “Guru kencing berdiri murid kencing berlari”, karena dari sosok gurulah masa depan penerus bangsa dicetak. Guru yang baik adalah guru yang dapat menjadikan didikannya lebih baik dari dirinya, maka diperlukan guru super yaitu guru yang bukan sekadar guru yang hanya mengajar pada jam kerja kemudian memberi nilai pada didikannya. Guru bisa dikatakan super jika seorang guru dapat beradaptasi dan berinteraksi langsung serta memahami setiap murid-muridnya maka diperlukan kedekatan antar guru dan murid. Gerak-gerik dan sikap seorang guru akan selalu diperhatikan oleh muridnya bahkan jika menurut murid-muridnya itu suatu hal yang menarik bisa jadi mereka akan menirunya. Di sinilah peran guru dalam memberikan contoh terbaiknya dituntut setengah mati karena guru yang dianggap luar biasa dalam hal baik ataupun buruk akan selalu diingat oleh muridnya sampai mati. Jika guru memberikan contoh buruk maka muridnya akan meniru hal tersebut bahkan tak jarang yang melebihi batas. Begitu juga guru yang ditiru oleh muridnya karena kebaikannya, dia akan selalu mendapat penghargaan dalam batin setiap murid-muridnya bahkan jika guru tersebut telah mati nama dan tingkah lakunya akan selalu dikenang sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Mencetak Didikan Yang Berani Berpendapat
Di Purwokerto adasebuah sekolah swasta, meja kerja guru tidak berada di kantor melainkan di setiap kelas dan ditempati dua guru, namun dari situlah guru jadi lebih reaktif karena saat ada yang mengajar biasanya guru yang tidak sedang mengajar juga ikut mendengarkan apa yang guru lain sedang ajarkan pada muridnya dan juga ikut menyampaikan pendapatnya sehingga murid-murid pun terpancing untuk berdiskusi. Peran aktif guru sangatlah berpengaruh terhadap keberanian siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran yang nantinya bisa lebih aktif dalam masyarakat. Ucapan “ada pertanyaan?” atau kata-kata yang sepadan tidak sepenuhnya membuat siswa menjadi aktif bertanya, harus ada sesuatu yang bisa membuat siswa mau bertanya. Siswa yang ingin bertanya pastilah banyak namun siswa yang berani mengungkapkan pertanyaan itu tidaklah banyak karena ada rasa takut atau malu terhadap guru atau teman-temannya. Perlu ada pemancing keberanian agar siswa bisa lebih aktif bertanya. Biasanya guru yang bicaranya terlihat arogan atau sering memarahi akan lebih ditakuti siswa, maka sifat itu harus dihindari dari seorang guru.
Pada saat ini, peran guru belummencakup untuk menjadikan pendidikan karakter yang maju. Masih banyak aspek-aspek yang harus didukung dari hal lainnya, misalnya aspek fasilitas dan lingkungan yang juga memengaruhi kualitas pendidikan. Di Indonesia pengangguran ternyata banyak yang tercetak dari lembaga pendidikan. Menurut perhitungan Badan Pusat Statistik pada tahun 2011 tercatat tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 6,56 persen artinya ada sekitar7,7 juta pengangguran di Indonesia dan diantaranya terdapat orang yang berpendidikan, yaitu lulusan sarjana D3 dan S1.Saat berada di Taman Kanak-kanak dan juga Sekolah Dasar setiap siswa dituntut terus bermimpi untuk meraih cita-citanya, namun setelah mereka naik ke tingkat berikutnya arahan itu bertolak belakang, tanpa disadari mereka semakin bingung dengan cita-citanya yang pernah mereka ucapkan di bangku Sekolah Dasar. Kebingungan ini memang tidak menggeluti semua siswa, namun mayoritas dari siswa merasakan akibatnya saat mereka lulus. Hanya bermodalkan ijazah dan kemampuan yang diajarkan disekolah yang mereka pakai untuk disodorkan ke perusahaan dan berharap mendapat gaji yang tinggi. Pada akhirnya sekolah formal hanya dapat mencetak pekerja yang saling bersaing untuk mendapatkan pekerjaan
Adanya standarisasi yang bertujuan agar sekolah lebih bermutu justru menjadi tingkatan kasta dan yang seharusnya sekolah sebagai lembaga pendidikan malah saling bersaing merebutkan nama tanpa mementingkan siswanya.Persaingan antar sekolah pun terjadi, setiap sekolah berusaha membangun gedung dan fasilitas lengkap serta bersaing merebutkan siswa baru yang berkualitas masuk ke dalam sekolah tersebut. Saat siswa baru yang berkualitas sudah masuk munculah persaingan baru. Siswa yang dapat beradaptasi dan bisa berprestasi maka akan mendapatkan hadiah dari sekolahnya sehingga mereka akan lebih ditinggikan derajatnya bahkan akan mendapat beasiswa prestasi. Beasiswa prestasi memang baik agar mereka bersaing untuk berprestasi. Namun hanya sebagian kecil yang mampu dan sadar akan itu dan yang lain hanya menjadi sumber modal untuk pembangunan sekolah tanpa dipedulikan oleh sekolah. Bukan hanya itu, guru yang melihat beberapa muridnya yang baik, ia akan mengabaikan tugasnya sebagai guru karena merasa anak didiknya sudah baik sehingga tidak usah dipikirkan lagi.
Dikarenakan hanya mencetak pekerja menyebabkan mereka yang lulus hanya bersaing dalam mencari pekerjaan. Pada akhirnya mereka yang kalah saing menjadi pengangguran dan menjadi beban masyarakat. Ini lebih menyulitkan ketika seseorang yang telah lulus dari sekolah yang standarnya baik, dia akan selalu berharap mendapat pekerjaan yang akan memberikan gaji tinggi dengan pekerjaan yang ringan. Jika ini terus terjadi dengan makin sedikitnya lowongan kerja, maka pengangguran akan semakin bertambah. Untuk mencegah keburukan yang semakin parah, maka harus ada kiat-kiat yang dilakukan diantaranya :
Pemerataan Siswa di Sekolah
Pembedaan siswa yang terjadi dari siswa yang berprestasi dengan siswa yang biasa-biasa saja akan menciptakan sistem kasta disetiap siswa. Siswa yang berprestasi biasanya akan lebih dipuji dan disegani. Akibatnya setelah keluar dari sekolah, mereka tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan. Berbeda dengan siswa yang tidak dianggap atau kurang diperhatikan akan mengakibatkan kebencian mendalam bahkan akan berefek buruk pada masyarakat. Maka dari itu, perlu adanya pemerataan dan tidak membeda-bedakan antara murid yang satu dengan yang lain. Namun dalam bentuk pengajaran, yang belum menguasai harus dikhususkan agar pemahaman siswa dapat merata.
Pendidikan Wirausaha
Tingginya permintaan pekerjaan dan minimnya lowongan pekerjaan akan menyusahkan lulusan sekolah formal untuk mendapatkan pekerjaan. Adanya sekolah kejuruan memang lebih memudahkan siswanya untuk bekerja karena disiapkan untuk itu. Namun tidak semua siswa dapat terjaring dan sisanya akan mengalami kesulitan yang akibatnya mengalami kebuntuan dalam artimenjadi pengangguran. Ketakutan akan pengangguran inilah yang seharusnya disadari oleh semua pihak, jangan karena sudah menjadi guru kemudian mengajar tidak mempedulikan anak didiknya ke depan. Maka dari itu haruslah adanya pendidikan kewirausahaan untuk mengantisipasi terjadinya hal buruk akibat tidak mendapat pekerjaan.
Membagun Jiwa Kreatif
Guru tidak boleh mendokrin muridnya untuk setuju dengan pendapatnya sendiri, seorang guru harus menghargai pendapat siswa agar keberanian siswa muncul sehingga lama kelamaan keluarlah jiwa-jiwa yang kreatif dan mau berpendapat positif dari para siswa. Jiwa kreatif sangatlah dibutuhkan oleh siswa dikarenakan kehidupan diluar sekolah akan jauh berbeda. Untuk itulah harus dipersiapkan oleh setiap siswa untuk berpikir inisiatif yaitu dengan melalui pendidikan yang inovatif dan tidak mematikan karya-karya siswa.
Namun aspek tenaga pendidik dan lembaga pendidik belumlah cukup menjadikan sebuah pendidikan yang berkarakter. Masih perlu adanya dukungan dari anak didiknya. Jika dari aspek pendidik dan lembaganya sudah terbaik namun anak didiknya tidak mendukung maka hasilnya pun tidak akan maksimal.Banyak faktor yang menjadikan anak didik kurang berseteru dalam memaksimalkan pendidikan, faktor-faktor tersebut sangatlah banyak namun di sini akan kita bahas tentang sambungan kemiskinan dengan pendidikan karena masalah pendidikan yang banyak terjadi di Indonesia adalah ketidakmampuan untuk membiayai sekolah.Biaya sekolah yang mahal membuat masyarakat miskin lebih memilih anak-anaknya untuk mencari uang. Adanya sekolah SBI, RSBI, SSN dan lainnya mengakibatkan sekolah berlomba-lomba dan menjadikan biaya SPP semakin mahal sehingga orang-orang miskin tidak mampu untuk bersekolah. Walaupun ada yang namanya Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ataupun tunjangan lain, tetap saja ada alasan sekolah untuk menaikkan SPP. Pendidikan memang sudah gila,di kota-kota besar yang harusnya sekolah menjadi lembaga untuk mendidik justru malah menjadi proyek jutaan rupiah. Kenyataanya di beberapa sekolah bantuan pemerintah selalu datang,namun SPP terus naik walaupun memang pembangunan berupa gedung ataupun fasilitas terus terjadi, namun guru-guru dan karyawannya pun juga semakin makmur. Padahal masih banyak sekolah pinggiran yang seharusnya bisa dibangun dengan tunjangan tersebut.
Pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin Indonesia yang tercatat di Badan Pusat Statistik ada sekitar 12,36 persen dari jumlah penduduk Indonesia, atau lebih kurang 29,89 juta penduduk miskin.Anak-anak yang terlahir dari orang tua miskin harus menanggung beban orang tuanya yang miskin sehingga pendidikannya terhambat. Pada akhirnya program pemerintah wajib belajar 9 tahun tidak terealisasi sepenuhnya. Munculnya tingkatan sekolah yang menyandang gelar SBI membuat rakyat miskin semakin sulit untuk mencari sekolah yang murah. Hal ini dikarenakan setiap sekolah berlomba menambah fasilitasnya agar berharap mutu bisa naik. Akibatnya siswa yang menanggung beban berupa biaya pendidikan yang mahal, di lain sisi sekolah yang murah tidak bisa dianggap layak, bahkan ada sebagian yang hampir roboh. Untuk membantu rakyat miskin dalam pendidikan bukanlah dengan diadakannya program pendidikan gratis. Dengan adanya pendidikan gratis justru akan ada kecenderungan di sebagian orang bahwa pendidikan tidak ada harganya. Solusi yang tepat adalah menjadikan siswa itu terikat, dalam arti bahwa saat mereka mendapat pendidikan mereka tidak menanggung biaya langsung namun dengan biaya setelah tamat belajar. Memang program rencana biaya setelah tamat belajar terlihat rumit. Namun jika dilaksanakan, siswa yang telah lulus akan selalu dibayang-bayangi hutang dan terus berusaha agar mendapat uang untuk membayarnya. Sehingga pengangguran sedikit demi sedikit akan berkurang. Namun aspek yang paling mendasar adalah adanya niat dan kemauan dari anak didiknya sendiri untuk belajar.
Masih banyak aspek yang harus dijabarkan untuk membangun sistem pendidikan yang mutu. Namun pada dasarnya kesemuanya akan memusat kepada tiga aspek saja yaitu rencana pengajaran, guru pengajar dan siswa yang diajar sedangkan lembaga atau penyelenggara yang kita sebut sekolah itu hanya sebagai sarana untuk menjalankan sistem pendidikan. Tiga aspek yang saling berhubungan tersebut jika dilaksanakan dengan maksimal dapat membuat suatu pendidikan yang berkarakter kuat dan cerdas.

by: Choerin Amri

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

ke atas