Chapter 2

 Di Atas Limau
by Choerin Amri

“ehm tes...tes..., Assalamualaikum warohmatullohiwabarokatuh, Inalillahi wa ina ilahi roji’un 3x”

“Inalillahi, sapa yang ninggal”

“telah meninggal Ibu ---

“itukan Ibune si Salim....”, tanyaku kaget

Memang sudah satu minggu lamanya si Salim yang duduk di kelas 2 atau satu tingkat dibawah kami tidak masuk sekolah karena ibunya sakit. Rencanya memang ibunya akan dibawa berobat ke Amerika namun berhubung tidak ada biaya ke Puskesmas pun tidak mampu maka ibunya hanya dirawat di rumah.

“anak-anak nanti setelah ibu absen kita bersama-sama pergi ke rumah Salim untuk ta’ziyah”

Memang sholat jenazah baru diajarkan di kelas 3 ini dan itu baru kami dapatkan minggu kemarin. Walaupun belum begitu meguasai tentang adab dan cara ta’ziayah yang benar kami berbondong bondong datang ke rumah Salim untuk ta’ziyah mendiang ibunya.

“Dul ingat gigimu sudah grupis jangan ngambili permen di sana”, sahut Komet
“ah diam saja kamu Met apa urusanmu”,bantah Si Dul,”Ciki memang orang yang sudah mati dalam kuburan bisa hidup lagi ya”
“mana kutahu aku belum pernah mati”

Tak beranjak lama sampai memang rumah Salim dengan sekolah tidak jauh hanya sebatas pagar dan jaraknya sekitar 5 meter saja. Bapak Salim masih muda ya memang di sini rata-rata orang menikah muda tak jarang lulus SMP langsung menikah karena memang sekolah formal di Desa Dukuhwaluh yang ada hanya sampai SMP, memang ada perguruan tinggi di sini namun jika untuk ketingkatan SMA harus ke kota.
----

“Ciki nanti pulang sekolah kita kumpul sebentar”, ajak Komet

Ya memang aku dan berapa kawanku mempunyai perkumpulan sendiri, dengan beranggotakan 5 orang yaitu Aku, Komet, Sidul, Heri dan Muflihun. Sedikit cerita, aku melihat Muflihun adalah seorang yang aneh dulu saat kelas 1 aku sering melihatnya berangkat awal saat pintu kelas masih dikunci, isu punya isu dia suka memperhatikan anak perempuan cantik kelas 4 yang juga berangkat gasik karena rumahnya sebelahan dengan sekolahan, memang tidak ada yang tau karena kelas 1 dan kelas 4 ruangannya berhadap-hadapan jadi tidak ada yang curiga. Dulu juga kami suka meledeknya dengan sebutan bohlam karena kepalanya bunder seperti lampu. Muflihun jago dalam matematika pernah suatu ketika saat buku sudah dikumpulkan ke guru tiba-tiba dia kembali ambil karena teringat bahwa nomor 10 belum dikerjakannya, nilai yang lainnya pun bagus dari pada teman-temannya namun entah mengapa tidak pernah dapat ranking denger punya isu gurunya tidak suka dan menganggap dia suka ngobrol di kelas padahal nyatanya dia orang yang pendiam.

Di kelas 2 aku pernah melihat Muflihun menangis karena tidak mngerjakan PR matematika karena terlupa. Setelah naik kelas 3 tingkahnya makin aneh semenjak teman akrabnya pindah sekolah, dia sering murung nongkrong depan kelas terkadang aku melihatnya duduk dan disebelahnya ada anak kelas 4 laki-laki yang juga aneh mendekati ikut duduk namun tidak ada pembicaraan apapun antara keduanya.

Orang lima ini memang suka bermain bersama sepulang sekolah, terkadang saat liburan pun kita berkumpul untuk mandi di kali. Tidak ada ketua ataupun anggota namun memang si Komet suka mengatur walaupun dia sendiri tidak menganggap dirinya ketua dan yang lainnya pun hanya ikut saja. Memang Komet tidak sepintar yang lain dia selalu diejek oleh kami karena pikirannya sering ga nyambung jika diajak bicara namun ide kepepetnya selalu menyelamatkan kami semua. Pernah suatu ketika kami ketahuan nyolong rambutan milik pak Haji, pak Haji yang tau langsung mengejar disaat yang lain kebingungan Komet langsung menyuruh Muflihun membawa semua rambutan ke pasar kemudian mengajak yang lain ke post satpam. Sampainya di pos satpam Komet menyuruh Sidul untuk bilang ke satpam kalau pak Haji sedang mencarinya dengan seketika pak Satpam langsung mendekat  saat mereka bercakap kamipun berpencar dan berkumpul kembali di suatu tempat sambil menunggu Muflihun. Muflihun datang namun rambutannya sudah tidak ada, semua terkaget dengan seketika Komet meminta uang kepada Muflihun entah kapan mereka merencanakan itu semua yang pasti rambutannya sudah terjual habis di Pasar.

“hari ini kita akan ke sawah mencari belut”, Komet berkata

“Komet apa ora kita ganti baju dipit?”, bantah Heri

“Oiya bener-bener, nanti kita kumpul di rumah pak Haji dean bae ada rejeki”
----

“belut sudah didapat sambil nunggu korek dari Komet sama Heri ngapa dipit y?”

“Ciki adus dulu yuhlah biar seger”, ajak Sidul

“aku oralah mbok dimarahin mamah”, tolak Muflihun

Setalah aku dan Sidul mandi di kali Heri dan Komet datang dengan membawa jligen yang entah apa isinya, sebelumnya kami menduga isinya adalah minyak latung. Dengan terpoyok-poyok terlihat kaki mereka dengan beralaskan kulit(cekeran) mereka memanggul gentong yang terlihatnya berat.

“apa kuwe”

“Met kamu rep bakar sawah apa?”

“ni nasi dan air untuk makan”, sahut Komet

Di bawah pohon Jambu yang hampir mati terlihat dari daunnya yang semuanya menguning kami membuat gundukan api unggun. Dengan batang kayu seadanya dibuatlah seperti atap dengan dengan gundukan kayu yang rencana akan dibakar nanti malam. Belut dan bahan-bahan lain sudah diumpetkan di suatu tempat yang tersembunyi agar tak ada orang yang mencuri. Setalah malam tiba tepatnya setelah sholat Isya kami berkumpul di tempat tadi untuk makan bersama.

“Met korek”, sahut Heri 

“Ciki malam-malem di tengah sawah medeni ya”, Sidul merinding

Terlihat raut muka Sidul sudah mulai ketakutan, kratak...krata...mulai terdengar suara api yang sedang memakan ranting. Malam semakin gulita jankrikpun mulai berhenti berderik karena saking ngantuknya, sedikit-sedikit terdengar suara besit.

“Ciki tadi ditaroh mana belute?”, tanya Heri

“disana”

“yuh semua saja soale belut ada banyak”, ajak Komet

Selangkah demi langkah kamipun menyelusuri jalan setapak, rumput yang kering mulai layu karena kedinginan. Dimalam hari jalan yang terlihat dekat disiang hari jadi terlihat jauh, sesekali kami melihat kesekeliling walaupun berlima namun rasa takut itu tetap ada. Tepat di tempat dimana kami menyembunyikan belut dan lainnya kami pun berpencar untuk meraba-raba di mana letaknya.

“aaaaahhhhh...”, Heri berteriak

“apa..apa..”, Muflihun kaget

“iiituu..iituu..”


Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

ke atas