Sinergi Tiga Serangkai Menuju Pendidikan Berkarakter

Assalamualaikum,


Dewasa ini, baik media cetak maupun media elektronik banyak memberitakan pejabat-pejabat yang korupsi, tawuran antarpelajar, contek mencontek massal saat ujian, bahkan tindakan kriminal yang dilakukan oleh para pelajar. Hal ini membuktikan bahwa karakter bangsa Indonesia masih sangat rendah. Fenomena ini merupakan salah satu akibat dari buruknya kualitas pendidikan kita. Permasalahan yang terjadi dalam sistem pendidikan ini sebenarnya sudah menemukan solusinya. Solusi itu adalah pendidikan karakter. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana untuk memasukkan pendidikan karakter dalam kurikulum sekolah. Pendidikan karakter itu tidak diajarkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, namun dimasukkan dalam semua mata pelajaran secara terintegrasi.

Tetapi, pendidikan karakter yang sudah digencarkan oleh banyak pihak itu belum menemui titik terangnya. Pendidikan karakter itu seolah-olah hanya bersifat informasi tanpa adanya tindakan yang nyata. Pendidikan karakter yang sudah berjalan saat ini hanya dijadikan sebatas pemahaman saja. Apa yang terjadi di banyak sekolah hanya sekadar apa itu pengertian pendidikan karakter, bagaimana penerapan pendidikan karakter itu, tanpa menghiraukan dan melakukan dengan tindakan yang nyata. Teori-teori itu sajalah yang terus terjadi yang akhirnya menghambat proses pendidikan karakter itu sebenarnya.

Pendidikan karakter sebenarnya sudah ada sejak dahulu seperti apa yang dikatakan oleh Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara melalui Among Metode-nya, yaitu ada tiga komponen pendidikan yang harus berjalan sinergis. Ketiga komponen itu adalah keluarga, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu, langkah awal yang harus ditempuh adalah membangun kembali ketiga komponen itu yang kelihatannya sudah terputus, karena pembentukan dan pendidikan karakter tidak akan berjalan maksimal jika di antara ketiganya tidak ada keharmonisan dan kesinambungan.
Pembentukan dan pendidikan karakter itu dimulai dari lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama dan paling utama dalam pembentukan karakter. Dalam lingkungan ini, peran orang tua sangat penting untuk mendidik anaknya. Orang tua harus menanamkan kebiasaan positif seperti jujur dan terbuka pada anak, memberikan kesempatan anak untuk berpendapat, berbagi peran dalam mengerjakan pekerjaan rumah, dan kebiasaan-kebiasaan positif lainnya.
Kebiasaan-kebiasaan inilah yang dapat membentuk karakter anak menjadi lebih disiplin, dapat membagi waktu, jujur, dan lebih terbuka dengan masalah yang dihadapinya.
Peran orang tua tidak berhenti pada membiasakan perilaku positif terhadap anak saja, tetapi juga harus mengawasi pergaulan anak-anaknya. Jangan sampai anak bergaul dengan teman-teman yang perilakunya mengarah pada kegiatan negatif. Pastikan bahwa lingkungan pergaulannya bersama dengan anak-anak yang baik. Selain itu, arahkan anak untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk mendukung minat dan bakatnya.

Tetapi, kadang-kadang anak dipaksakan untuk mengembangkan keterampilan yang tidak sesuai dengan bakatnya, sehingga psikis anak tertekan yang akan membuatnya bersikap berontak dan berani kepada orang tua. Hal ini tentunya sangat disayangkan karena yang awalnya menginginkan anak memiliki keterampilan yang sesuai dengan keinginan orang tua, malah masalah yang mereka dapatkan. Biarkan saja anak memilih kegiatan yang sesuai dengan bakat mereka, asalkan kegiatan itu masih berada di ranah yang benar. Pendidikan di lingkungan keluarga inilah yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh orang tua. Kesempatan baik ini jangan sampai disia-siakan mengingat sebagian besar waktu dihabiskan anak dalam lingkungan keluarga.

Pembentukan dan pendidikan karakter di lingkungan keluarga kemudian harus didukung dengan pembelajaran yang ada di sekolah. Pembelajaran di sekolah yang melibatkan guru dan teman-teman juga sangat menentukan karakter anak. Seorang guru harus dapat membimbing setiap anak dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang diintegrasikan dengan pendidikan karakter. Proses ini tentunya membutuhkan figur seorang guru yang kompeten di bidangnya dan karakter baik yang melekat pada dirinya.

Figur seorang guru memang dijadikan patokan bagi keberhasilan dalam mendidik anak. Guru yang mempunyai integritas tinggi, kedisiplinan waktu, dan inspiratif akan mampu menginspirasi anak untuk mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh guru tersebut. Pendidikan karakter seperti itulah yang diharapkan terjadi dalam lingkungan sekolah. Sosok yang menjadi perhatian utama harus benar-benar bisa memberi contoh, bahkan harus dapat menjadi contoh. Menjadi contoh di sini artinya dapat menjadi role-model atau model yang sesungguhnya untuk menjadi inspirasi para anak didiknya untuk berbuat hal-hal yang bermanfaat, baik bagi dirinya maupun orang lain di sekitarnya.

Jika anak sudah dapat berbuat hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun  orang lain, maka tugas masyarakatlah yang selanjutnya harus mendukungnya. Dalam artian bahwa masyarakat juga harus membantu dalam proses pembentukan karakter anak. Jangan sampai anak yang sudah menerapkan perilaku-perilaku  positif dipengaruhi ataupun diwarnai oleh perilaku-perilaku negatif dari masyarakat. Seperti apa kata pepatah, jika kita berteman dengan penjual minyak wangi, maka kita akan ikut berbau wangi, tetapi jika kita berteman dengan tukang pandai besi maka kita akan terkena percikan apinya. Artinya, masyarakat di sini harus bisa menjadi penjual minyak wangi yang nantinya akan menyebarkan bau wangi itu kepada anak.
Ungkapan di atas sangat sesuai untuk menggambarkan peran masyarakat dalam kehidupan anak. Lingkungan yang positif bisa membentuk anak menjadi pribadi yang positif, sebaliknya lingkungan yang negatif juga akan membentuk pribadi yang negatif. Lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam membangun karakter-karakter individu yang ada di dalamnya. Misalnya, seorang anak kecil yang terbiasa berkata kotor, tentu saja ini adalah akibat dari meniru kebiasaan yang ada di sekitarnya. Banyak juga anak kecil yang sudah merokok yang beberapa bulan kemarin banyak diberitakan di televisi. Tentu saja perbuatan merugikan ini adalah juga hasil meniru dari kebiasaan masyarakat sekitar. Sehingga, peran masyarakat di sini dituntut untuk membantu menjaga perilaku anak dan ikut mengawasi pergaulannya sehari-sehari.

Di sinilah peran ketiga komponen itu yang tidak boleh terpisahkan. Dapat kita ibaratkan ketiga komponen pendidikan itu dengan tiga serangkai yang juga tidak dapat terpisahkan. Ketiga serangkai itu harus selalu berjalan bersama, tanpa meninggalkan satu sama lain. Lalu, apakah paparan di atas akan menjadi teori belaka tanpa adanya tindakan yang nyata. Memang, jika kita pikirkan betapa sulitnya membangun lingkungan yang berkarakter. Butuh waktu yang cukup lama untuk menjadikan kebiasaan dan membentuk karakter seseorang. Tetapi, itu semua dapat kita lakukan dengan memulai dari diri sendiri. Perbaikilah diri sendiri sebelum memperbaiki lingkungan di sekitar kita. Biasakanlah membangun pola pikir yang positif yang nantinya dapat memberikan energi yang positif bagi keluarga kita. Kemudian energi positif itu akan tertransfer kepada lingkungan sekitar, baik itu lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Sehingga, perubahan besar akan terjadi melalui perubahan-perubahan kecil yang dimulai dari diri kita sendiri.


By : Anang Wahyudi

kritik dan saran
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

ke atas