Pendidikan Gila



Siami istri, toeng???bukan maksudnya Ibu Siami seorang Ibu yang yang ditinggal suami???maning2 sih bukan juga. Ibu Siami adalah seorang wali murid yang terusir dari daerahnya karena melaporkan kecurangan masal dalam UN. Tragis memang wong ya melapor tindakan negatif dengan maksud positif kok ya malah jadi negatif.
Sekarang Ibu ini akhirnya pindah ke Gresik untuk sementara setelah terusir dari dari daerahnya di Surabaya. Aneh memang kejadian ini seharusnya ditanggapi positif bukan malah terusir. Menurut Ibu Siami dalam perkataanya anaknya yang juga seorang pelajar dan pada saat itu sebagai peserta UN diberi pengarahan oleh gurunya untuk mengajari teman-temannya itu. Dalam dialognya gurunya itu berkata kepada Ali (anak Ibu Siami):
“Li kamu anak yang pintar, kamu harus mengajari teman-temanmu diwaktu UNAS.......
kalo kamu g mau mengajari teman2mu kelak kamu g bisa jadi orang yang sukses.......”
 Ali mengungkapkan kebenaran ini setelah temannya yang juga mendapat jawaban dari Ali mengadukan ke Ibu Ali. Ibu Ali yang pada saat itu belum tau menau tentang itu heran terheran-heran (heran banget) dikarenakan teman Ali itu beda kelas dengan Ali. Setelah ditanyakan anak tersebut mengaku bahwa kejadian memberikan jawaban sudah ada sistemnya jadi walaupun beda kelas tetap bisa mendapat jawaban. Ibu Siamu terharu (bukan karena bangga) dan menyakan pada Ali anaknya, Ali hanya bisa menangis karena memang itu adalah anjuran dari gurunya.

Ibu Siami yang tidak terima atas kelakuan ini terhadap anaknya langsung mengadukannya ke sekolah dan guru tersebut. Namun bukan sambutan baik malah dianggap mencemar nama baik sekolah. Bukan hanya sekolah tapi juga warga sekitar atau bisa dibilang tetangga yang merasa daerahnya telah dicemari namanya oleh Ibu Siami dan langsung mengusir Ibu Siami dari daerahnya itu. Tragis sekali nasib Ibu Siami ingin jujur ga jadi mujur.
Sebenarnya yang namanya menyontek bukanlah hal yang asing di dalam dunia pendidikan justru di Indonesia sendiri mungkin sudah menjadi budaya yang sulit dihilangkan dan diwariskan turun temurun secara tidak langsung. Betul sekali jika ada ornag yang bilang Indonesia sedang sakit. Namun sakitnya bukan sakit biasa mungkin bisa dibilang sakit jiwa. Hal yang buruk dianggap baik dan malah yang baik dianggap buruk.
Waduh jen-jene dosa apa ya Indonesia ini? Masalah banyak sekali tapi aneh semua. Pantas saja koruptor santai saja duduk di bangku yang empuk wong bibitnya juga dipersiapkan untuk jadi koruptor. Seharusnya kalo memang menghilangkan korupsi di Indonesia harus dari bibitnya. Inilah yang salah mungkinkah karena UN adalah suatu hal disakralkan oleh para siswa sehingga jika tidak lulus maka masa depan terancam?
Sebetulnya salah paham ini harus dihilangkan dari pikiran masyarakat. Sekolah itu wajib, pemerintah mengeluarkan anjuran wajib belajar 9 tahun yaitu SD, SMP maksudnya apa yaitu agar anak Indonesia bisa menjadi penerus bangsa yang dapat membangun bangsa. Malah dalam Islam menuntut ilmu hukum wajib a’in, sampai Rasulullah bersabda :
Menuntut ilmu wajib bagi kaum muslimin dari lahir sampai liang lahat
Tuntutlah ilmu walau sampai negeri Cina
Mungkin maksud Rasulullah dengan sabdanya yang disampaikan 14 abab yang lalu agar orang muslim tidak jadi kaum yang tertinggal. Ini sebenarnya hampir sama maksud pemerintah agar penerus bangsa tidak jadi penerus bangsa yang tertinggal. Adanya UN bagi menurut pemerintah adalah agar penyerataan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia dapat merata.
UN jadi acuan kesuksesan siswa di akhir sekolahnya memang bukan hal yang salah akan tetapi menganggap UN hal yang sakral adalah hal yang salah. Jika yang dimaksud tidak lulus tidak suskses itu hal yang salah besar, UN itu ada setiap tahun jika tidak lulus tahun ini bisa ikut tahun depan, malah kemarin-kemarin pemerintah telah memudahkan anak yang tidak lulus agar bisa lulus di tahun itu juga mulai dari kejar paket, ulangan ulang, dan yang baru ini nilai ujian sekolah dan nilai rapot ikut mempengaruhi kelulusan siswa. Kesalahan yang terjadi saat ini adalah adanya otoriter sekolah.
Sekarang pendidikan sudah jadi industri maksudnya disamping memproduksi anak-anak didik juga menginginkan kepentingan keuntungan. Semua tau yang namanya industri pasti menginginkan produksi yang bagus, ini sudah hampir sama dengan sekolah terutama sekalah yang notabene punya nama di masyarakat. Mereka sudah tidak mementingkan anak didik tapi bagaimana agar nama itu bisa terus naik atau tetap bertahan dan pastinya memperoleh leuntungan banyak. Lihat saja masuk sekolah harus dites ini membuktikan jika sekolah itu bukan mendidik dari anak yang tidak bisa jadi bisa tapi dari anak yang sudah bisa menjadi lebih bisa atau tetap bisa. Juga bisa dilihat setelah tes tersebut pasti ada yang namanya bayar uang gedung, spp, dll yang semuanya untuk menutupi RAPBS atau Rancangan Anggaran Pengeluaran Belanja Sekolah, seperti negara saja yang setiap tahun mengeluarkan RAPBN. Apa lagi jika anda tahu seperti halnya industri yang jika barang produksinya gagal atau jelek maka dibuang sama seperti sekolah sekarang yang pastinya punya nama yaitu akan mengeluarkan anak yang tidak naik kelas bahkan tidak lulus agar tidak tetap di sekolah tersebut. Bukan hanya itu yang seharusnya sekolah mendidik anak agar mempunyai budi pekerti yang baik sekarang sudah tidak lagi, lihat saja ngakunya punya guru BK bahkan terdapat ruangan khususnya tapi jika ada yang berbuat kesalahan bukannya dibenarkan malah diusir dari sekolah karena malu jika nama sekolahnya tercoreng.
Akibat sekolah-sekolah yang berbuat demikian mengakibatkan kejatuhan yang sangat jauh dari sekolah yang punya nama dengan sekolah yang kroco, gampangane sekolah yang bagus semakin bagus sekolah kroco makin kroco karena sekolah kroco hanya untuk siswa-siswa buangan dari sekolah atas dan yang tidak mampu. Pada akhirnya pendidikan gagal total pantas saja jika yang menyuruh menyontek adalah gurunya agar apa? Agar sekolah tersebut tidak tercoreng namanya.
Pada hal yang namanya kesuksesan tidak ada dalilnya ditentukan dari sekolah, malah banyak ahli yang mengatakan bahwa sekolah itu membodohkan. Memang bagi sebagian kalangan yang mengukur kesuksesan dari uang sekolah itu membodohkan namun jika dipikir lebih jauh bahwa pemimpin bangsa yang membangun bangsa kita ini adalah orang berpendidikan semua, sebenarnya bukan sekolah yang salah namun sitemnya yang harus dirubah. Namun jika ingin merubah bukan hanya berdiam diri atau berdemo di depan gedung DPR untuk menghilangkan UN dll, tapi harus ada langkah konkret(nyata) untuk mengatasi masalah ini dan tentunya di dunia ini tidak ada yang instan jika mau berdampak panjang, harus ada algorimat(langkah-langkah) yang jelas dan terencana matang bukan hanya menggambar di air.
Comments
2 Comments

2 komentar:

alchoer mengatakan...

waw kok bisa

Anonim mengatakan...

iya memang gila tuh

ke atas