Chapter 3

 Di Atas Limau
by Choerin Amry
Terlihat dari kejauhan ada seperti cahaya merah yang menyala-nyala, hawa yang semula dingin berubah menjadi hangat secara perlahan seakan pancaran radiasinya berjalan lambat. Malam yang gelap gulita berubah menjadi terang benerang laksana terbit fajar, namun ini baru jam 8 malam tidak mungkin bumi belahan barat hanya tersinari Matahari selama 3 jam, apakah hari ini kiamat. Semua terkaget dan berlarian kami tak sadar bahwa api telah melahap gubug yang dibangun tadi sore.

“Met..Met...Komet...”,sahutku

“waduh Heri koe sih bakar-bakaran tadi”, salah Sidul

“mana ku tahu jadinya begini, itukan ulah yang masang api unggun terlalu tinggi”

“mending kita lari sebelum ketahuan orang”, pintas Komet

Semuanya pun lari dan membuang belut yang masih hidup itu ke bantaran sungai yang tidak jauh dari lokasi tersebut. Hari semakin larut kami terus berlari entah tahu arah karena saking takutnya jika ketahuan. Sebongkah batu ditendang berkali-kali karena tidak tubuh kami tidak mau jatuh tersandung, malam yang semula dingin berubah panas dikarenakan suhu badan kami yang naik akibat berlarian terus.

“tunggu...tunggu”

“kenapa Her?”,jawabku

“dari tadi aku ga liat Muflihun”, Heri sesambil ngos-ngosan

Pelarian pun terhenti mendengar clotehan dari si Heri tentang hilangnya Muflihun sejak awal berlari. Karena saking takutnya mereka berlari sampai-sampai tidak sadar bahwa Muflihun sudah tidak bersama kami. Kami pun berjalan kembali mengikuti jejak kaki kami sebelumnya sesambil berteriak mengumandangkan nama Muflihun, jangkrik-jangkrik yang semula tertidur terbangun kembali dan berderik seakan-akan berpartisipasi dalam pencarian ini. Tak ada seorang pun di sini, kami sadar sudah berlari jauh sampai masuk hutan yang tak dihuni oleh manusia.

“Muflihun..Muflihun...Muflihun...”

Pencarian pun terus dilakukan seakan kami adalah tim SAR Ubaloka dari unit Pramuka yang sedang menyelusuri hutan untuk mencari korban hilang. Tanpa penerangan apapun dan alat bantu apapun hanya bermodalkan suara nyaring untuk memanggil taman kami sesambil berharab dia mendengar teriakan kami.

“Ciki jam berapa?”

“senternya donk ga keliatin nih”

“Met gimana sudah ketemu letak posisinya”,sahut Sidul

“belum, dari GPS yang aku punya belum ada tanda-tanda ditemukannya lokasi korban”

“Dul keluarkan tendanya kita akan bermalam di sini”, perintah Heri

“dimana?”

“di bagasi mobil”

Lho... maaf ni ceritanya sedang berhayal, kembali ke cerita semula. Malam pun semakin larut, teriakan-teriakan kami terdengar semakin keras karena tidak ada saingan suara lain. Semuanya mulai ketakutan, kami pun bergandengan satu sama lain namun takut ini bukan karena adanya binatang buas ataupun setan yang lewat melainkan takut jika tidak bisa membawa Muflihun pulang.

“duh piwe kyeh, Muflihun belum juga ditemukan”, Sidul pasrah

“udah mending kita pulang saja dan mencarinya besok”,sahutku

“jangan teman macam apa kita kalau teman kita sendiri hilang kita malah enak-enakan, bagaimana kalau Muflihun sekarang sedang berhadapan dengan binatang buas”, Heri khawatir

“tapi mau gimana apakah kita mau tidak tidur, besok bukan hari minggu kita juga harus sekolah orang tua kita pasti juga menunggu di rumah”, bantahku

“Heri benar kita ini teman, namun Ciki lebih benar sebaiknya kita pulang namun kita laporkan dulu ke ketua RT setempat agar besok bisa lebih ditidak lanjuti, hwess omonganku bijak banget ya”, jawab Komet

“yoyoyo bener...bener...”, dukung Sidul

Yang semula berjalan ke arah tempat asal kami tadi berbelok menuju jalan pulang yang melewati jalan setapak menuju ke RT 06. Saat melewati RT enam kami terdiam kaget dan ketakutan, bahwasannya rumah warga sepi seperti tak berpenghuni, angker. Dengan obor yang Heri buat sewaktu di hutan kami gunakan sebagai penerangan karena semua lampu dimatikan. Entah apa sebabnya ataukah kami nyasar ke dunia lain. Komet selangkah di depan kami sebagai penunjuk jalan menuju rumah Pak RT 06 karena memang hanya Komet yang tahu rumah Pak RT.

“waduh jangan-jangan kita masuk ke dunia Jin”, khayal Sidul

“ah lo kalo ngomong yang benar saja”,Heri takut

“diam semua sepertinya kata Heri benar”, dukungku

Sambil lirik sana-sini Komet terus mencari rumah Pak RT yang katanya di pagernya ada tulisan “SOMELEKETE”, tulisan ini memang belum lama ada katanya memang pemuda di sini suka coret-coret tembok rumah orang. Hening di telinga dan merinding menyelimuti tubuh kami, tak jauh dari sini ada sebuah pemakaman kuno yang sudah tidak terpakai dan tak terawat, katanya angker sering ada orang yang sedang ngarit di sana kesurupan.

“Met mana rumahnya?”, tanyaku

“ini warga pada kemana sih kok sepi BGT”, sahut Heri

“ni rumahnya, mungkin warga lainnya sudah tidur tapi kok rumah Pak RT juga peteng ya? Apa warga di sini kalo tidur lampunya dimatikan sampai lampu jalan pun mati?”, Komet berargumen

Satu kali salam tak ada yang menjawab, kemudian salam lagi tidak ada yang menjawab juga, sampai kali ke tiga tak ada jawaban apapun, kami teingat kata guru agama kami jika 3X salam tidak ada jawaban maka kami harus pergi bertanda tuan rumah tidak menginginkan kehadiran kami. Kami duduk diam di depan rumah Pak RT, mau pergi tapi teman kami belum ditemukan mau memanggil Pak RT 3X salam tidak ada jawaban, kamipun putuskan kembali ke TKP dimana gubug kami terbakar.

Dua jam sudah berlalu namun waktunya seperti dua tahun dari awal kami datang ke gubug sampai kami berencana kembali ke gubug. Hawa dingin yang terus berdebu di leher seakan-akan ada kuntilanak yang meniupkan angin dari mulutnya ke leher,”khiiii...khi...khi...khi...khi...khi...”. Hembusan angin terus menerjang kami, mungkin karena tombol ON OFFnya tak berfungsi lagi sehingga kipasnya tak bisa dimatikan. Pohon-pohon disekitar yang terhembus angin terus melambai-lambai seakan memberi semangat kami saat akan menghadapi persebelasan Jerman di UEFA 2012. 

“hoy...hoy...hoy...yoyoyo...yoyoyo..., byur...byur...”

“suara apa itu ya?”, sahutku

“hah jangan-jangan”, Heri takut

“ya sepertinya itu suara suku pedalaman di hutan ini yang sudah mendapat mangsanya untuk dimakan ramai-ramai”, Sidul tambah

“hah...Muflihuuuuun”, teriaku

“cepat sebelum kita terlambat”, minta Komet



Comments
2 Comments

2 komentar:

G~g~ mengatakan...

Panjang juga ceritanya...menarik.
Ada sinopsisnya ngga? garis besar kisahnya...hehehe..biar makin tertarik mbacanya atau biar penasaran gimana kisahnya.

alchoer mengatakan...

wah sinopsisnya belum ada mas soalnya ini cerita berlanjut...
jadi belum full edition tapi masih beta

ke atas